- / / : 081284826829

Hati-hati Mengonsumsi Penganan Berwarna Cerah

Oleh: Arda Dinata
Email:
arda.dinata@gmail.com

Banyak jajanan yang dijual pada anak-anak ditengarai menggunakan bahan pewarna tekstil sebagai pengganti bahan pewarna makanan. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jabar, dr. Adnan Mahmoed, pemakaian bahan pewarna tekstil dalam jajanan anak-anak tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan karena bisa menyebabkan kanker.

Setiap kita, hendaknya selalu mewaspadai setiap makanan yang akan dikonsumsi. Karena, dari makananlah beberapa penyakit dapat menjangkiti manusia. Lebih-lebih pada makanan jajanan yang kerap kali dikonsumsi anak-anak secara mudah, baik di rumah maupun di sekolah.

Makanan jajanan diartikan sebagai makanan atau minuman yang siap dimakan dan atau dipersiapkan untuk dijual di kaki lima, sekolah, perkantoran, dan tempat lainnya.

Adapun kategori makanan jajanan ini meliputi makanan jajanan di perumahan kumuh, makanan jajanan yang bergerak (keliling), dan makanan jajanan yang menetap di lokasi tertentu. Dan secara kuantitas, makanan jajanan ini jumlahnya semakin banyak serta tersebar luas di beberapa daerah. Paling tidak, sebelum masa krisis moneter melanda Indonesia, terdapat 14.047 lokasi makanan jajanan yang terdaftar di 27 Propinsi dan sebanyak 9.225 lokasi makanan jajanan yang telah mendapat pembinaan dari instansi kesehatan. Itu artinya, saat ini jumlahnya akan lebih banyak lagi.



Ada beberapa temuan dari proses pembinaan tersebut, diantaranya adalah adanya kandungan Timah Hitam (Pb) pada makanan jajanan di atas 1,0 ppm dan kadar maksimum yang terdeteksi 4,5 ppm. Selain itu, terdapat juga residu pestisida (konsentrasi rendah) pada makanan yang menggunakan bahan baku sayuran segar.

Berdasarkan hal tersebut, kelihatannya menjadi hal penting bagi kita adalah memperhatikan setiap makanan yang akan dikonsumsi. Yakni menyangkut masalah bahan baku makanan dan bahan tambahan makanan.

Penggolongan BTM

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan (BTM), disebutkan bahwa BTM adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Berdasarkan fungsinya, BTM ini dapat digolongkan menjadi antioksidan, antikemal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang, pengawet, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, pewarna, dll.

Secara demikian, disinilah pentingnya kita melihat (baca: perlu pengawasan) dari cara pembuatan makanan, yang dapat diketahui kemungkinan adanya penggunaan BTM, seperti pada makanan jajanan, pembuatan mie, bakso, kerupuk, minuman ringan, dan sejenisnya.

Artinya, makanan itu selain telah memenuhi persyaratan teknologi pembuatan makanan, juga persyaratan terpenting yang tidak boleh dilupakan adalah persyaratan keamanannya. Yakni, tidak membahayakan kesehatan konsumen.

Perlu Perhatian

Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan kemajuan teknologi pangan, maka penggunaan BTM ini makin hari semakin meningkat. Hal ini, tentu tidak bermasalah sepanjang penggunaannya sesuai dengan aturan yang diperbolehkan. Tapi, nyatanya banyak penggunaan BTM di masyarakat, yang tidak sesuai dengan ketetapan Pemerintah.

Secara umum, penggunaan BTM ini diperbolehkan bagi yang telah diuji keamanannya, diijinkan untuk digunakan dan mutunya harus memenuhi standar yang ditetapkan. Disamping tentunya memperhati-kan penggunaan BTM itu secukupnya sesuai dengan cara produksi yang baik atau sesuai dengan maksud penggunaannya.

Dalam arti lain, penggunaan BTM dilakukan hanya bila benar-benar diperlukan pada pengelolaan makanan yang bersangkutan. Misalnya, untuk memperoleh bentuk, konsistensi, rasa, rupa yang menarik dan tidak bertujuan menutupi mutu yang rendah dan menyembunyikan cara pengelolaan yang tidak baik atau untuk mengelabui konsumen ---untuk menutupi mutu bahan baku yang kurang baik---.

Atas dasar itu, berikut ini adalah yang perlu diperhatikan dalam penggunaan BTM pada makanan. Pertama, pemanis buatan. Adalah BTM yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak tahu atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.

Penggunaan pemanis buatan ini, hanya boleh digunakan untuk pembuatan makanan dan minuman berkalori rendah. Sebagai contoh adalah yang ditunjukan untuk penderita diabetes, karena pemanis buatan dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, tetapi tidak mempunyai nilai gizi.

Dampak penggunaan pemanis buatan yang tidak sesuai dengan ketentuan seperti di atas. Atau jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan masalah kesehatan di kemudian hari. Buktinya, saat ini di masyarakat diketahui banyak penggunaan pemanis buatan pada produk minuman ringan dan makanan jajanan yang diproduksi rumah tangga dengan maksud untuk menekan harga ---dapat dijual murah--- tetapi rasa makanan tetap manis.

Kedua, pengawet. Pengawet adalah BTM yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengemasan atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Sebenarnya, penggunaan bahan pengawet ini membantu memperpanjang daya simpan dan memberi keuntungan bagi produsen makanan ---pabrik makanan---, toko dan konsumen. Karena makanan akan dapat tahan lebih lama. Namun demikian, penggunaannya hanya dianjurkan bila benar-benar diperlukan.

Adapun pertimbangan pemerintah mengijinkan penggunaan BTM jenis pengawet dalam makanan, tidak lain diantaranya adalah karena bahan pengawet mampu melindungi konsumen terhadap bakteri atau mikroba yang dapat mengakibatkan keracunan makanan. Sebaliknya, bila penggunaan pengawet tidak sesuai dengan persyaratan yang ditentukan akan sangat membahayakan bagi yang mengkonsumsinya.

Ketiga, pewarna. Yakni BTM yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Jenis pewarna dari produk alami yang dikenal adalah karamel (gula yang digosongkan), curcumin (ekstrak umbi kunyit), beta karoten (pewarna yang diekstrak dari wortel) dan klorofil (dari daun suji dan pandan).

Kita menyadari bahwa kebutuhan BTM (warna) di pabrik makanan tidak mungkin lagi diperoleh ekstrak dari bahan alami secara murah, maka saat itulah kita menggunakan pewarna sintesis. Dan hal ini, tentu tidak dilarang sepanjang penggunaan pewarna dalam jumlah tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tepatnya, diluar bahan warna berbahaya yang telah diatur dalam Permenkes RI No. 239/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya.

Pada tataran ini, penggunaan bahan pewarna makanan tergantung dari jenis makanan dan jenis pewarna yang digunakan. Untuk penggunaan pewarna yang diijinkan tercantum pada Permenkes RI No. 277/88. Takaran penggunaan pewarna tidak melebihi batas maksimum penggunaan yang ditetapkan dalam peraturan tersebut.

Keempat, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa. Golongan ini adalah BTM yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.

Penyedap rasa dan aroma ini banyak digunakan dalam pembuatan minuman ringan dengan tujuan menyedapkan rasa dan aroma dari minuman. Contoh rasa jeruk, rasa strawberry, dll. Di sini, yang dihawatirkan adalah penggunaan penyedap rasa dan aroma yang mengandung pewarna yang dilarang. Atau bisa juga akibat penyalahgunaan sebagai pengganti sari buah pada minuman sari buah. Dan saat ini, banyak produsen yang melakukannya.

Demikian pula dengan penggunaan penguat rasa, tidak jauh berbeda. Yakni penggunaan penguat rasa harus sesuai dengan batas maksimum penggunaan yang diijinkan oleh pemerintah. Hal ini, bila tidak dipatuhi, lebih-lebih penggunaan yang berlebihan dapat membahayakan kesehatan. Contohnya dalam pembuatan bakso biasanya menambahkan Mono Sodium Glutamat ---Vetsin--- untuk menguatkan daging pada bakso tersebut.

BTM yang Dilarang

Selain ada BTM yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaannya, seperti disebut di atas. Maka yang tidak kalah penting diperhatikan dalam mengkonsumsi makanan ---berkait dengan BTM--- adalah bahaya dari penggunaan BTM yang jelas-jelas dilarang oleh pemerintah.

Paling tidak, ada lima BTM yang tidak boleh digunakan dalam makanan. Pertama, boraks. Boraks ini, umumnya digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih bangunan dan mempunyai kemurniaan tertentu sebagai bahan kosmetik, namun jumlah pemakaiannya sangat kecil.

Efek pemakian boraks dalam makanan, diantaranya dalam pemakaian sedikit dan berlangsung lama akan terjadi komulatif pada otak, hati, lemak dan ginjal. Sedangkan pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, anuria, koma, merangsang susunan syaraf pusat, depresi, kerusakan ginjal dan kematian.

Kedua, Methanil Yellow dan Rhodamin B. Kedua jenis BTM ini banyak digunakan dalam makanan atau minuman jajanan. Pewarna Methanil Yellow (warna kuning) dan Rhodamin B (warna merah) ini, dianggap berbahaya karena telah terbukti bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) dan dapat merusak hati.

Zat warna sintetik ini, tidak hanya berbahaya pada anak-anak kecil yang hypersensitif, tetapi juga mengakibatkan gejala-gejala akut yaitu kulit memerah, meradang ---sampai bengkak---, noda-noda ungu pada kulit, pandangan kabur pada penderita asma atau alergi lainnya.

Ketiga, Formalin. Formalin ini merupakan antiseptik, penghilang bau dan fumigan. Tapi, di masyarakat zat ini banyak disalahgunakan yaitu untuk campuran dalam pembuatan mie.

Formalin ini bereaksi cepat sekali dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Pada tubuh manusia, bahan ini secara cepat teroksidasi membentuk asam formiat terutama di hati dan sel darah merah. Sehingga, pemakaian formalin dalam makanan dapat mengakibatkan keracunan pada tubuh manusia. Dan bahkan, dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kejang-kejang pada tenggorokkan.

Keempat, Siklamat dan Sakarin. Penggunaan bahan ini, menurut hasil penelitian pada hewan percobaan (tikus) ---dengan waktu yang relatif lama--- ternyata dapat mengakibatkan kanker.

Kelima, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa. Bahan ini sebenarnya tidak berbahaya –dikatakan aman--, sepanjang pemakaiannya sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak berlebihan. Namun demikian, bila hal ini dilanggar, maka jelas-jelas akan membahayakan kesehatan manusia.

Berikut ini, kiranya patut dicatat dan dijadikan pelajaran bagi kita sebelum mengkonsumsi makanan, apa yang diungkap oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman Depkes. RI berkait dengan kasus penggunaan BTM.

Dari hasil pengujian yang dilakukan YLKI terhadap contoh mie basah di Surabaya, Yogyakarta, Semarang, dan Jakarta. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa dari 37 sampel yang diuji terdapat 86,49% (32 contoh) mengandung asam boraks dan 75,68% (28 contoh) menggunakan formalin sebagai pengawet dalam pembuatannya.

Sedangkan berdasarkan hasil pantauan Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman terhadap penggunaan boraks dalam makanan. Yakni jenis makanan yang mengandung boraks ini diantaranya adalah mie basah, bakso, lontong, dan kerupuk.

Lalu, penggunaan pewarna dan pemanis dilaporkan bahwa masih ditemukan adanya penggunaan pewarna yang dilarang seperti Rhodamin B dan Methanil Yellow pada kerupuk dan minuman ringan. Demikian pula dengan penggunaan pemanis siklamat dan sakarin pada produk makanan.

Untuk itu, tidak berlebihan bila kita diwajibkan berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan, lebih-lebih bagi anak-anak kita. Alih-alih ingin mendapat kenikmatan dari makanan. Tapi, jika tidak hati-hati, maka ujung-ujungnya yang didapat adalah bahaya kesehatan.**

Penulis Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
http://www.miqra.blogspot.com

WWW.ARDADINATA.COM