- / / : 081284826829

Nyamuk dan Budidaya Ikan


Blood Suckers!: Deadly Mosquito Bites (24/7: Science Behind the Scenes)Nyamuk dan Budidaya Ikan

PENYAKIT yang ditularkan nyamuk masih terus terjadi di wilayah Priangan, seperti di beritakan HU. Priangan dalam beberapa edisi. Warga yang terkena penyakit Filariasi (Kaki Gajah) di Kab. Tasik bertambah 3 orang. Semula, jumlah penderita ada 43 orang, namun saat ini bertambah menjadi 46 orang (Priangan, 7/1/2010). Diduga akibat pemanasan global, kawasan Desa Batulawang dan Desa Karyamukti Kota Banjar menjadi endemik Chikungunya. Jumlah penderita penyakit tersebut sebanyak 49 orang (Priangan, 8/1/2010). Sejak dua bulan lalu, ratusan warga Kec. Kalipucang, Kab. Ciamis diduga (suspect) menderita Chikungunya (Priangan, 8/1/2010). Memasuki bulan Januari 2010, korban Chikungunya di wilayah Kec. Banjarsari cenderung meningkat secara singnifikan (Priangan, 9/1/2010).






ILMU MENJADI KAYA
3 JURUS Ampuh Menghasilkan UANG MELIMPAH Dari Internet. Ayo Segera Miliki ILMU MENJADI KAYA ini.




RAHASIA JADI JUTAWAN
Mau Jadi Penulis BestSeller + Income 5 Jt/Bln? Ayo Gabung di Penulis Sukses MIQRA INDONESIA




INSPIRASI SUKSES
Ubah Nasib Anda Sekarang Menjadi Pribadi SUKSES dan TANGGUH dengan Cara Gabung Bersama GROUP MIQRA INDONESIA






Kita tahu penyakit-penyakit tersebut, ternyata ditularkan oleh nyamuk. Pada dasarnya penyebaran penyakit itu ditularkan melalui faktor host, agent, dan environment. Syaratnya ketiga komponen itu saling mendukung. Terkait dengan penyakit ditularkan oleh nyamuk, yang menjadi host (inang) adalah manusia dan nyamuk. Sebagai agentnya adalah parasit (malaria), cacing filaria (kaki gajah), dan virus (DBD/chikungunya).
Agent tersebut hidup di dalam tubuh manusia dan nyamuk. Di sini, manusia sendiri sebagai host intermediate (inang sementara) dan nyamuk disebut host definitive (inang tetap). Sementara itu, faktor environment (lingkungan) adalah lingkungan di mana manusia dan nyamuk itu berada. Nyamuk ini dapat berkembangbiak dengan baik, bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan nyamuk.

Kita tahu, memasuki musim hujan banyak air tergenang. Misalnya, kolam yang terbengkalai dapat ditumbuhi oleh tanaman air, selanjutnya akan menjadi sarang jentik nyamuk untuk berkembangbiak. Dengan mengenal hubungan faktor yang berperan dalam penyebaran penyakit yang ditularkan oleh nyamuk tersebut, maka setidaknya kita dapat melakukan usaha pemutusan rantai penularnya secara lebih terarah. Pemutusan rantai penularan penyakit akibat nyamuk ini melalui tiga langkah.

Pertama, menyembuhkan orang yang diketahui positif terhadap penularan. Bila tidak ada orang yang sakit, maka tidak mungkin terjadi penularan penyakit walaupun terdapat vektor (nyamuk) penularnya. Kedua, menghilangkan atau membunuh vektor nyamuk penular. Sebab, bila tidak ada vektor, maka tidak mungkin terjadi penularan di daerah tersebut walaupun terdapat orang sakit. Ketiga, menghilangkan tempat-tempat perindukan nyamuk. Bila tidak ada tempat perindukan, maka nyamuk tidak bisa berkembangbiak sehingga nyamuk itu akan hilang atau berkurang kepadatannya.
Terkait pemberantasan nyamuk pada tempat perindukan, kita dapat membunuh jentik-jentik nyamuk dengan memanfaatkan budidaya ikan, salah satunya adalah dengan menggunakan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan mujair (Oreochromis mossambicus). Mengapa?
                
Keistimewaan Nila dan Mujair

Ada beberapa alasan mengapa ikan nila dan mujair ini memiliki prospek yang positif dalam program pengendalian nyamuk (Anopheles dan Culex) di Indonesia. Yakni ikan-ikan tersebut dapat hidup di air tawar, payau, dan bahkan air laut. Bahkan, berbagai spesies nila mempunyai kemampuan memakan jentik nyamuk yang cukup tinggi, seperti kemampuan nila merah dalam mengendalikan populasi jentik nyamuk Anopheles di Sihepeng Tapanuli Selatan (Sugeng; 2003), serta ikan nila merah dan mujair di tambak udang Desa Sukaresik Kec. Pangandaran Kab. Ciamis (Depkes RI; 2002).

Apalagi menurut Lovell (1989), ikan nila dan mujair ini memiliki kebiasaan makan yang terus menerus. Jenis makanan yang disukai adalah plankton, fitoplankton (organisme pemakan tanaman yang melayang-layang di permukaan air), dan zooplankton (jasad renik).

Keistimewaan lain dari ikan nila dan mujair adalah memiliki tingkat pertumbuhan dan fekunditas (tingkat kesuburan untuk menghasilkan sejumlah telur) lebih tinggi, memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik, memungkinkan lebih toleran terhadap kisaran nilai salinitas (kadar garam) air yang tinggi, lebih tahan terhadap serangan penyakit, memiliki risiko kematian sangat kecil, belum terjangkit virus, dan harganya relatif terjangkau.
Ikan nila telah dipakai sebagai agen pengendalian jentik nyamuk vektor malaria di Cina, Somalia, dan Ethopia. Ternyata ikan tersebut dapat menurunkan populasi nyamuk terutama vektor malaria yang mempunyai tempat perindukan yang terbatas seperti kolam ikan dan reservoir air. Di daerah pantai Guangxi yang ada di Cina, terutama pada daerah perkampungan nelayan itu, penanggulangan nyamuk dengan menggunakan ikan pemakan jentik berhasil dengan baik, sebab rata-rata yang dijadikan tempat perindukan nyamuk adalah berupa penampungan air rumah tangga.

Sementara itu, di Somalia jenis ikan nila ini digunakan secara nasional untuk pengendalian nyamuk malaria di tempat perindukan. Sedangkan masyarakat Ethiopia memiliki kebiasaan memasukkan ikan di dalam tempat penampungan air yang disebut dengan brika, sehingga berdampak pada tidak ditemukan jentik nyamuk dan larva hewan lainnya (Sudomo, dkk; 1998).

Untuk konteks Indonesia sendiri, telah dilakukan penelitian di Sihepang Tapanuli Selatan dan Desa Sukaresik Kec. Pangandaran Kab. Ciamis Jawa Barat, hasilnya membuktikan bahwa ikan nila dan mujair dapat menurunkan populasi larva Anopheles. Hal ini disebabkan karena media biaknya telah dikonsumsi ikan, tidak adanya jasad renik dan tanaman air akan menghalangi kehadiran jentik nyamuk. Dari sini, tentu akan berdampak positif terhadap semakin kecilnya kemungkinan terjadi kontak gigitan nyamuk dewasa dengan manusia, sehingga diharapkan dapat menekan kejadian penularan malaria.

Lebih jauh, manfaat ikan (nila dan mujair) ini, selain sebagai pengendali hayati terhadap jentik nyamuk, juga melalui budidaya ikan ini dapat meningkatkan pendapatan pengelola tambak. Sebab, usaha budidaya ikan ini jelas-jelas mempunyai nilai ekonomi. Misalnya, memberikan tambahan penghasilan bagi penduduk setempat dalam menggunakan pakan, apalagi ikan ini bersifat omnivora (pemakan hewan dan tumbuhan), dan mempunyai kemampuan memakan yang cukup tinggi. Sehingga tidak aneh dikalangan para peternak ikan ada ungkapan, “Sekali dikembangkan pada tempat yang cocok, populasinya akan berkembang sendiri secara terus menerus, biaya pemeliharaan relatif murah, tidak mencemari lingkungan, dan dapat dibudidayakan pada rawa-rawa yang memiliki banyak tanaman air.”

Akhirnya, melalui pemanfaatan tempat perindukan nyamuk sebagai lahan budidaya ikan (nila dan mujair), maka dampaknya ikan menjadi kenyang, sementara jentik nyamuk hilang, sehingga nyamuk dewasanya menjadi berkurang kepadatannya dan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk pun jadi berkurang. Semoga!***

Penulis, pemerhati masalah lingkungan dan pendiri Majelis Inspirasi Al-Quran & Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://miqra.blogspot.com

NB: Artikel ini telah dimuat di HU PRIANGAN TASIKMALAYA edisi 9 Februari 2010 pada rubrik OPINI.
WWW.ARDADINATA.COM